Muhammadiyah Di Antara PAN, Perindo, Dan PSI

0
6846
Ilustrasi
Bagikan Berita Ini

Oleh : David Krisna Alka*)

Teropongmetro.com – Katanya, Muhammadiyah dan Partai Amanat Nasional (PAN) adalah “dua matahari” yang berbeda. Walau secara historis PAN tak bisa dilepaskan dari Muhammadiyah. Barangkali, karena sosok Bapak Prof. M. Amien Rais berada pada keduanya. Akan tetapi, hal itu bukan berarti Bapak Amien Rais dapat menyatukan Muhammadiyah dan PAN dalam gerakan dan tujuan yang sama, kekuasaan.

Amien Rais pernah mengatakan, “Muhammadiyah adalah gerakanku, Islam agamaku, dan PAN adalah partaiku.” Pernyataan ini perlu ditelaah. Jika ada keinginan Amien Rais untuk menyatukan matahari berwarna biru (PAN) dan matahari berwarna hijau (Muhammadiyah) sekarang ini, tidaklah mudah. Karena Muhammadiyah selalu tetap berada pada khittahnya. Oganisasi kemasyarakatan dan gerakan keagamaan yang independen. Selain itu, mari baca sampai selesai tulisan ini.

Sepertinya, perlu ada kritik progresif untuk Muhammadiyah, mungkin juga di PAN. Idealnya, dalam persaingan merebut ruang politik dan ruang kepemimpinan, bukan soal siapa di balik siapa dan apa di balik siapa. Tapi soal kemampuan dan konsistensi, serta landasan moral yang kokoh. Tampaknya, ada kejenuhan, karena permainan citra para elite politik yang gayanya mentereng tapi isinya centang perenang. Hal itu tak memberikan pendidikan politik yang sehat.

Orang-orang yang duduk di kursi pemimpin belum tentu mempunyai jiwa kepemimpinan. Memang, ada yang mempunyai kemampuan manajerial, tapi sayangnya bukan seseorang yang mempunyai kemampuan memimpin. Parahnya, ada yang duduk di kursi pemimpin tetapi tidak punya kemampuan memimpin, dan tidak mempunyai kemampuan manajerial.

Memang, pada tataran ideal, menjadi pemimpin adalah orang yang mempunyai kemampuan manajerial dan sekaligus punya kemampuan memimpin. Prof Zaleznik mengatakan, meskipun kondisi ideal itu tidak mudah ditemukan, realitasnya senantiasa ada.

Banyak organisasi yang diatur secara berlebihan tetapi kurang pemimpin. Karena apa? Karena sistem pengkaderan kepemimpinannya tak jalan. Padahal, di era kini, perlunya penyegaran kolektif di tubuh organisasi, organisasi politik maupun organisasi kemasyarakaan.

Di tubuh Muhammadiyah dan PAN, misalnya, tidak melulu pimpinan itu-itu saja yang bersuara. Tokoh-tokoh mudanya perlu tampil supaya lebih progresif. Tidak selalu Amien Rais saja atau Ahmad Syafii Maarif saja yang kelihatan di publik.

Karena itu, sumber daya manusia muda dan progresif dalam tubuh Muhammadiyah dan PAN mesti diberdayakan, bukan diperdaya. Dengan demikian, kegalauan Buya Syafii Maarif yang pernah mengungkapkan bahwa bangsa ini mengalami krisis kepemimpinan pada tahap yang sangat kritis itu tidak terjadi.

Jadi, PAN biarlah pada jalan politiknya. Karena, saat ini kader-kader muda Muhammadiyah sudah berada di banyak partai politik, bukan saja di PAN. Bahkan, beberapa kader muda Muhammadiyah memegang posisi vital di beberapa partai politik lain, sekali lagi, bukan PAN.

Misalnya, Ahmad Rofiq, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Indonesia (Perindo) adalah mantan Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Raja Juli Antoni, Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI), adalah mantan Ketua Umum Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

Meski partai politik baru, sepertinya hasil Pemilu 2019 nanti, suara PSI dan Perindo tak jauh beda dengan PAN, beda-beda tipis. Tapi bisa jadi suaranya di atas PAN. Bisa jadi. (TM/Geotimes)

*). Peneliti Senior MAARIF Institute, Research Associate The Indonesian Institute.


Bagikan Berita Ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini