JAKARTA (TEROPONGMETRO) – Paguyuban Warga Solo Peduli (PWSPP) menggugat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ( Perppu ) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Perppu Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka mempersoalakan Pasal 201A Ayat (1) dan (2) Perppu tersebut yang telah di tanda tangani Presiden Jokowi pada 4 Mei 2020.
BACA JUGA: Survei: Masyarakat Optimis Ekonomi Pulih 6 Bulan ke Depan Pasca Covid-19
Pemohon hendak mengajukan pengujian pasal 201 A ayat (1) dan (2) terhadap Undang-undang Dasar 1945,” tulis berkas permohonan yang disampaikan pemohon, dikutip dari laman MK, Selasa (9/6/2020).
Pasal 201 A ayat (1) berbunyi:
“Pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat (6) ditunda karena terjadi bencana nonalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1)”.
Pasal 201 A ayat (2) berbunyi:
“Pemungutan suara serentak yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada Bulan Desember 2020”.
Menurut pemohon, upaya menggelar pemungutan suara serentak di 270 daerah di Indonesia pada Desember 2020 tidak sesuai dengan kondisi negara yang masih terpuruk karena pandemi Covid-19.
BACA JUGA: Dikecam Keras Soal Bangkitnya PKI, PDIP Kini Balik Badan
Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus memandang gugatan yang dilayangkan paguyuban tersebut diatas kepada MK merupakan hak konstitusional setiap warga negara.
“Silahkan di proses oleh MK dan kita percayakan kepada MK,” kata Guspardi dalam keterangan tertulis, Sabtu, 13 Juni 2020.
Mengacu pada Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009, MK telah memberikan tiga syarat Perppu dapat dikeluarkan. Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum. Kedua, undang-undang tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai. Ketiga, kekosongan hukum itu tidak dapat diatasi dengan pembuatan undang-undang karena perlu waktu yang lama sedangkan keadaan yang mendesak perlu segera diselesaikan.
BACA JUGA: Ini 10 Tren Teknologi di Era New Normal, Menristek: Mana yang Cocok dengan Bisnis Anda?
Penerbitan Perppu ini menjadi payung hukum penundaan dan pelaksanaan Pilkada yang bergeser dari bulan September ke Desember Tahun 2020 karena pandemi Covid-19.
“Penerbitan Perppu ini menurut saya juga sudah memenuhi unsur kegentingan memaksa,” kata Guspardi.
Dalam Rapat kerja tanggal 14 April 2020 yang lalu komisi II bersama Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP telah menyetujui dengan mengambil opsi pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020 dengan syarat bahwa seluruh tahapan Pilkada harus dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan, berkoordinasi dengan Gugus Tugas Penanganan Covid-19, dan tetap berpedoman pada prinsip-prinsip demokrasi.
“Proses persiapan pelaksananan Pilkada serentak ini akan terus kita matangkan dan komisi II juga sudah menyetujui usulan KPU mengenai penambahan anggaran pelaksanaan pilkada serentak tahun 2020 bersama Mendagri dan Mentri Keuangan secara virtual Kamis (11/6/2020) yang lalu,” ungkapnya.
BACA JUGA: Eks KSAD Pramono Edhi Wibowo Meninggal, Ini Catatan Kariernya
Politikus Partai Amanat Nasional ini menambahkan mengapa pemerintah mengusulkan pilkada bulan Desember 2020 ialah selain karena tidak ada satupun orang atau lembaga yang dapat memastikan kapan berakhirnya Covid-19, juga dengan pertimbangan bahwa terdapat 47 negara yang telah melaksanakan Pemilu di tengah pandemi ini.
“Ada 47 negara yang melaksanakan Pemilu. Tidak ada yang menunda sampai 2021. Sebab itu kita menyetujui gagasan pemerintah laksanakan Pilkada 9 Desember 2020,” kata Guspardi Gaus saat dihubungi awak media belum lama ini.
BACA JUGA: Susi Pudjiastuti Mohon Kepada Jokowi Agar Tegas Atasi Illegal Fishing
“MK dalam persidangan perkara uji materi / judicial review Perppu no 2 tahun 2020 ini tentu akan meminta pendapat dari para ahli, penggugat, pemerintah, termasuk DPR. Mengapa Pilkada serentak digelar pada 9 Desember 2020,” jelas anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini.(mat)