
TEROPONGMETRO – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj bicara soal kesejahteraan dan kemiskinan rakyat. Dia bingung, Indonesia yang memiliki kekayaan alam melimpah, tapi rakyatnya banyak yang kere.
Pernyataan tersebut dikatakan Kiai Said saat membuka Rapat Kerja Nasional Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama, kemarin. Tema rapatnya “Penguatan Digitalisasi Pendidikan di Lingkungan LP Ma’arif NU.
Kiai Said tampil secara online. Dia mengenakan setelan batik cokelat bermotif dengan peci hitam.
Awalnya, Kiai Said bicara soal NU. Lalu dia menyinggung soal pandemi Covid-19. Menurut dia, pandemi menyebabkan banyak orang jatuh miskin dan tidak bisa makan.
Setelah itu, baru Kiai Said bicara soal kekayaan alam yang dimiliki Indonesia, tapi tidak bisa meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Menurut dia, hal ini terjadi karena salah urus.
“Entah disengaja atau tak disengaja sehingga kekayaan kita tidak dinikmati oleh semuanya,” kata Kiai Said.
Menurut dia, kekayaan alam Bumi Pertiwi hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Sementara mayoritas rakyatnya masih terpuruk di jurang kemiskinan. “Bisa dihitung dengan jari konglomerat kita, 50 orang saja kaya raya,” ujanya.
Contohnya, kata dia, masih banyak warga NU yang terpuruk di tengah kemiskinan. Artinya, mereka belum bisa meraih kebanggaan sebagai penduduk Indonesia. Padahal, dengan kekayaan alam yang sangat melimpah, harusnya rakyat Indonesia sejahtera.
Dia bilang beda kasus kalau di Afrika, Bangladesh, atau negara yang sumber daya alamnya miskin. “Kita ini negaranya kaya, alamnya kaya, tapi masyarakatnya miskin, ini nggak pantas,” ujar Kiai Said.
Ironisnya lagi, kata dia, kantung-kantung kemiskinan justru ada di daerah-daerah yang menjadi sumber kekayaan. Misalnya, di daerah tepi tambang dan daerah pesisir. Karena itu, dirinya menekan pemerintah agar dapat merealisasikan pemerataan di masyarakat.
“Bukan hanya pertumbuhan, tapi harus ada pemerataan,” tukas ulama asal Cirebon, Jawa Barat itu.
Pernyataan Kiai Said sama dengan data Badan Pusat Statistik (BPS). BPS memprediksi tingkat kemiskinan ekstrem pada 2021 diperkirakan akan meningkat dari 3,8 persen pada 2020 menjadi persen pada 2021. Dari data BPS, penduduk miskin ekstrim terbanyak ada di pulau Jawa. Jumlahnya mencapai 1,7 juta orang.
Selain itu, BPS juga mengungkapkan terjadi peningkatan pengangguran pada penduduk yang berusia 20-24 tahun dan 25-29 tahun berdasarkan data Februari 2021 terhadap Februari 2020. Pengangguran paling banyak pada usia 20-24 tahun.
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan “dompetnya” para konglomerat dan pejabat negara. Di tengah pandemi, mereka malah mengalami kenaikan kekayaan.
Bagaimana tanggapan ekonom? Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, poin utama kesenjangan ekonomi yang terjadi antara pejabat dan rakyat karena selama ini terlalu menikmati ekspor komoditas mentah, dan olahan primer yang nilai tambahnya kecil.
“Masalah utamanya adalah penyakit Belanda atau dutch disease,” papar Bhima.
Penyakit Belanda, lanjut Bhima, membuat sektor yang harusnya didorong untuk produktif dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, akhirnya loyo. Misalnya, porsi industri manufaktur terus menurun.
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan, pemerintah menargetkan kemiskinan ekstrem tuntas pada 2024. Target ini lebih cepat enam tahun dari komitmen global dalam tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs).(rm)