KPU Buka Suara Alasan Tak Berikan Bawaslu Data untuk Awasi Coklit

0
61176
KPU Buka Suara Alasan Tak Berikan Bawaslu Data untuk Awasi Coklit
Komisioner KPU RI, Betty Epsilon Idroos.
Bagikan Berita Ini

TEROPONGMETRO – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI buka suara setelah dianggap tak memberikan akses data kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI untuk mengawasi proses pencocokan dan penelitian (coklit) yang dilakukan petugas pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) pada 12 Februari-14 Maret 2023.

Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI Betty Epsilon Idroos mengakui bahwa daftar pemilih yang menjadi rujukan pantarlih melakukan coklit tidak dibagikan ke siapa pun di luar KPU. Betty beralasan, data tersebut tergolong sebagai data bergerak atau belum final.

“Jadi itu data masih diproses kami. Itu dikecualikan (dari data yang bisa dibagikan),” ungkap Betty kepada wartawan, Rabu (15/2/2023).

“Itu belum (disebut) data pemilih, itu masih data hasil sinkronisasi. Kalau DP4 (Data Penduduk Potensial Pemilih) itu sudah ada kebijakan dari Mendagri (Menteri Dalam Negeri) soal zero data sharing policy,” lanjutnya.

Menurut eks Ketua KPU DKI Jakarta itu, informasi tersebut merupakan salah satu informasi yang dikecualikan untuk dibagikan. Betty mengeklaim bahwa bukan inisiatif KPU untuk tak membagikan data ini.

KPU disebut baru bisa membaginya, jika data tersebut sudah berstatus sebagai data pemilih. “Ada kebijakan dari mereka (Kemendagri) dan juga Undang-undang 27 Tahun 2022 terkait Pelindungan Data Pribadi itu enggak memperbolehkan,” ungkap Betty.

“Nanti kita baru bisa sharing kalau itu sudah jadi data pemilih. Data pemilih itu kan DPS (Daftar Pemilih Sementara) dan DPT (Daftar Pemilih Tetap). Kalau yang sekarang, belum (bisa disebut data pemilih),” jelasnya.

Betty menegaskan bahwa pihaknya tidak anti terhadap pengawasan oleh Bawaslu dalam proses ini. Ia mempersilakan pengawas Bawaslu untuk melakukan pengawasan melekat pada petugas pantarlih yang melaksanakan coklit dari rumah ke rumah.

Namun demikian, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menilai tidak ada alasan yang cukup bagi KPU untuk tidak membagikan akses data ini kepada Bawaslu, termasuk dengan alasan perlindungan data pribadi. Jika memang privasi warga negara menjadi isu, maka Bagja mempersilakan KPU untuk menutup data-data sensitif sebelum membaginya ke Bawaslu.

Tanpa data, pengawas yang ikut serta mengawasi pantarlih melakukan coklit di lapangan disebut kehilangan orientasi. “Kalau mau ditutup (data sensitif) tidak masalah. Tapi biarkan kami mengawasi dengan data. Kami sekarang bagai peta buta ini, mengawasi melekat dengan teman-teman (pantarlih) di tingkat bawah. Kami dampingi terus, masih kejadian terus,” jelas Bagja.

Sebagai informasi, dimulainya coklit ditandai dengan apel serentak di seluruh kelurahan/desa di Indonesia pada Minggu (12/2/2023). Coklit akan berlangsung sampai 14 Maret 2023.

Setiap petugas pantarlih bertanggung jawab atas daftar pemilih per 1 TPS dan harus melakukan coklit dari rumah ke rumah. Sebelumnya, dalam DP4 yang diterima KPU RI dari Kementerian Dalam Negeri pada 14 Desember 2022, terdapat 204.656.053 penduduk potensial pemilih dalam negeri pada Pemilu 2024 nanti.

Penduduk yang masuk dalam DP4 adalah WNI yang akan berusia 17 tahun atau lebih pada hari H Pemilu 2024 dan bukan anggota TNI/Polri.

Betty menegaskan, dispensasi hanya berlaku jika orang yang dicoklit betul-betul berhalangan untuk ditemui karena suatu alasan. Seandainya itu terjadi, coklit bisa dilakukan via video call.(d1)


Bagikan Berita Ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini