
TEROPONGMETRO – Rektor Universitas Udayana (Unud) I Nyoman Gde Antara ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) oleh Kejaksaan Tinggi Bali. Berdasarkan data yang diperoleh dari laman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Gde Antara pada 31 Desember 2021 melaporkan bahwa dirinya memiliki harta kekayaan senilai Rp 6,13 miliar.
Secara detail, Gde Antara memiliki harta tanah dan bangunan senilai Rp 6,35 miliar, kendaraan senilai Rp 702,54 juta, dan kas sebesar Rp 139 juta. Namun Gde Antara juga memiliki utang sebesar Rp 1,06 miliar.
Dibandingkan harta kekayaan milik rektor perguruan tinggi negeri (PTN) lainnya, Gde Antara merupakan rektor dengan harta kekayaan tertinggi ke-12. Laman LHKPN mencatat bahwa rektor PTN dengan harta kekayaan tertinggi adalah Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro, dengan nilai Rp 62,3 miliar, disusul Rektor Universitas Gadjah Mada, Ova Emilia, dengan nilai Rp 29,3 miliar, seperti dikutip dari Tempo.com, Senin (20/3/2023).
Mengacu pada Permendikti Nomor 19 Tahun 2017, mewajibkan para bakal calon rektor menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK. Kewajiban ini untuk mewujudkan pengelolaan perguruan tinggi yang bersih.
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2009, Rektor adalah pimpinan tertinggi perguruan tinggi yang berkewajiban memajukan ilmu pengetahuan di masing-masing institusi melalui pendidikan dan penelitian, serta memberikan kontribusi maksimal kepada khalayak luas.
Tugas rektor yaitu memimpin lembaga perguruan tinggi yang dipimpinnya untuk mampu mencapai visi yang sudah ditetapkan.
Di Indonesia, setiap penyelenggara negara termasuk diantaranya pimpinan perguruan tinggi wajib melaporkan seluruh harta kekayaannya kepada LHKPN (laporan harta kekayaan penyelenggara negara).
Hal ini tercatat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Dalam LHKPN, harta kekayaan dan utang penyelenggara dirinci kembali menjadi bagian-bagian tertentu, yang mana dari situ akan diperoleh nilai total harta kekayaan murni yang dimiliki tiap penyelenggara negara.
Adapun tujuan pengisian LHKPN adalah untuk meningkatkan transparansi, kepercayaan dan kontrol masyarakat terhadap penyelenggara negara, menimbulkan rasa takut untuk berbuat korupsi, menanamkan sifat kejujuran, keterbukaan, dan tanggungjawab di kalangan penyelenggara negara dan menyediakan bukti awal dan/atau bukti pendukung bagi penyidikan dan penuntutan perkara korupsi.(Tm)